Surabayapos.com – Pelaksanaan Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU) di Ponpes Miftahus Huda Al Azhar Citangkolo Kujungsari, Langensari Kota Banjar, Jawa Barat akan digelar Kamis (28/2/2019).
Pengurus Besar Pergerakan Penganut Khittah Nahdliyin (PPKN) mendesak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) agar membahas persoalan keagamaan dan ke organisasian yang menyangkut kebutuhan umat.
Sebab, forum tertinggi setelah Muktamar dalam AD/ART NU adalah Munas dan Konbes dinilai sudah melenceng karena hanya mengangkat tema sentral “Memperkuat Kedaulatan Rakyat”. Padahal Munas itu harusnya membahas persoalan yang menyangkut umat dan Konbes membahas organisasi terkait putusan-putusan Muktamar termasuk Muktamar terburuk dalam sejarah NU, yakni Muktamar NU ke 33 di Jombang.
“Kita sudah dua kali berkirim surat ke PBNU tapi selalu tidak dibalas. Karena itu PPKN menyuarakan melalui media. Dan, saya harap media benar-benar menyuarakan apa adanya suara NU kultural,” ujar Dewan Penasehat PPKN, Choirul Anam, di Graha Astranawa Surabaya, Selasa (26/2/2019).
Menurut Cak Anam sapaan akrab Choirul Anam, aspirasi yang ingin disuarakan NU kultural adalah, satu rois aam PBNU sekarang ini kosong karena di tinggal melompat oleh KH Ma’ruf Amin sehingga harus dibahas di Munas untuk mencari pengganti rois aam (PBNU) yang baru.
Sebab, forum tertinggi setelah Muktamar dalam AD/ART NU adalah Munas dan Konbes dinilai sudah melenceng karena hanya mengangkat tema sentral “Memperkuat Kedaulatan Rakyat”. Padahal Munas itu harusnya membahas persoalan yang menyangkut umat dan Konbes membahas organisasi terkait putusan-putusan Muktamar termasuk Muktamar terburuk dalam sejarah NU, yakni Muktamar NU ke 33 di Jombang.
“Kita sudah dua kali berkirim surat ke PBNU tapi selalu tidak dibalas. Karena itu PPKN menyuarakan melalui media. Dan, saya harap media benar-benar menyuarakan apa adanya suara NU kultural,” ujar Dewan Penasehat PPKN, Choirul Anam, di Graha Astranawa Surabaya, Selasa (26/2/2019).
Menurut Cak Anam sapaan akrab Choirul Anam, aspirasi yang ingin disuarakan NU kultural adalah, satu rois aam PBNU sekarang ini kosong karena di tinggal melompat oleh KH Ma’ruf Amin sehingga harus dibahas di Munas untuk mencari pengganti rois aam (PBNU) yang baru.
“Ini harus dibahas di Munas sebab kalau tidak dibahas bisa berbahaya,” tegasnya.
Kalau ada orang mengatakan sekarang sudah ada Pj (Pejabat) rais aam PBNU yang dijabat KH Miftakhul Akhyar yang sebelumnya wakil rais aam. Padahal di Anggaran Dasar NU dinyatakan bahwa, wakil rais aam bisa diangkat menjadi PJ rais aam PBNU itu kalau rais aamnya berhalangan tetap.
Kalau ada orang mengatakan sekarang sudah ada Pj (Pejabat) rais aam PBNU yang dijabat KH Miftakhul Akhyar yang sebelumnya wakil rais aam. Padahal di Anggaran Dasar NU dinyatakan bahwa, wakil rais aam bisa diangkat menjadi PJ rais aam PBNU itu kalau rais aamnya berhalangan tetap.
Tafsir berhalangan tetap itu sudah pernah dipraktekan NU ketika Rais Aam KH Bisri Syansuri wafat tahun 1980 digantikan oleh KH Ali Ma’shum melalui Munas Kaliurang Yogyakarta tahun 1981.
Kemudian saat rais aam KH Sahal Makhfud wafat tahun 2013 digantikan wakil rais aam KH Mustafa Bisri sebagai pejabat rais aam. Jadi pejabat rais aam bisa dijabat oleh wakil rais aam itu kalau rais aam PBNU berhalangan tetap atau wafat.
“Lha, KH Ma’ruf Amin masih segar bugar kok malah ditukar tempat di Mustasyar PBNU. Ini ndak boleh karena menyalahi aturan dan namanya akal-akalan. Itu termasuk PBNU melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan pasal di AD/ART, makanya Munas dan Konbes NU harus membicarakan itu,” tegas Cak Anam.
Dalam sejarah NU, pengangkatan rais aam selain berdasarkan kebaikan dan kebenaran logika, juga harus melalui konfirmasi atau mohon petunjuk kepada Allah SWT karena NU merupakan kumpulan ulama warastul ambiya’.
“Lha, KH Ma’ruf Amin masih segar bugar kok malah ditukar tempat di Mustasyar PBNU. Ini ndak boleh karena menyalahi aturan dan namanya akal-akalan. Itu termasuk PBNU melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan pasal di AD/ART, makanya Munas dan Konbes NU harus membicarakan itu,” tegas Cak Anam.
Dalam sejarah NU, pengangkatan rais aam selain berdasarkan kebaikan dan kebenaran logika, juga harus melalui konfirmasi atau mohon petunjuk kepada Allah SWT karena NU merupakan kumpulan ulama warastul ambiya’.
“Kalau para alim ulama NU masih mencintai dan menghormati para muassis terutama Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, Munas dan Konbes NU harus membahas posisi rais aam yang sedang kosong,” tegasnya.
“NU itu jantungnya hilang, jadi yang hidup sekarang itu sebenarnya NU kultural. Sebab yang struktural sudah tidak hidup. Ini koreksi dan ulama NU yang masih memegang teguh Khittah tidak ingin NU seperti sekarang ini. NU bukan lagi terancam tapi sudah menjadi tumbal, supaya penyakit nya hilang. Tumbal untuk anti Islam radikal, dan memanjang asing,” tegas Cak Anam.
Untungnya, lanjut Cak Anam NU kultural banyak yang sadar. Bahkan di Jatim sekarang sudah ada Komite Khittah yang juga beranggotakan putera-putera pendiri NU termasuk Gus Aaam (cucu Mbah Wahab).
“NU itu jantungnya hilang, jadi yang hidup sekarang itu sebenarnya NU kultural. Sebab yang struktural sudah tidak hidup. Ini koreksi dan ulama NU yang masih memegang teguh Khittah tidak ingin NU seperti sekarang ini. NU bukan lagi terancam tapi sudah menjadi tumbal, supaya penyakit nya hilang. Tumbal untuk anti Islam radikal, dan memanjang asing,” tegas Cak Anam.
Untungnya, lanjut Cak Anam NU kultural banyak yang sadar. Bahkan di Jatim sekarang sudah ada Komite Khittah yang juga beranggotakan putera-putera pendiri NU termasuk Gus Aaam (cucu Mbah Wahab).
“Ini yang kita ajak bersama-sama membentuk NU yang baik sesuai dengan Khittah,” harapnya.
Diakui Cak Anam, NU mudah diintervensi politik itu semenjak rais aam KH Sahal Makhfud wafat. Yang paling bertanggung jawab merusak NU adalah para politisi khususnya dari PKB. Sehingga NU sekarang ini di manajemen seperti parpol.
Dicontohkan, KH Marzuki Mustamar selaku ketua PWNU Jatim sebelum terpilih dia teken kontrak sanggup menjaga AD/ART, melaksanakan qonun asasi, kemudian tidak akan melibatkan secara langsung atau tidak langsung di jabatan politik. Tapi ngomongnya apa, sekarang ini kita sedang perang ideologi.
Diakui Cak Anam, NU mudah diintervensi politik itu semenjak rais aam KH Sahal Makhfud wafat. Yang paling bertanggung jawab merusak NU adalah para politisi khususnya dari PKB. Sehingga NU sekarang ini di manajemen seperti parpol.
Dicontohkan, KH Marzuki Mustamar selaku ketua PWNU Jatim sebelum terpilih dia teken kontrak sanggup menjaga AD/ART, melaksanakan qonun asasi, kemudian tidak akan melibatkan secara langsung atau tidak langsung di jabatan politik. Tapi ngomongnya apa, sekarang ini kita sedang perang ideologi.
“Ini harus dibuktikan itu musuhnya siapa, mana ada kelompok yang mau memerangi NU,” terangnya.
NU mudah diintervensi, karena wasiatnya Mbah Hasyim Asy’ari tidak dipegang dengan baik.
NU mudah diintervensi, karena wasiatnya Mbah Hasyim Asy’ari tidak dipegang dengan baik.
“NU itu barang mewah tolong selamatkan. Saya titipkan dan jaga dengan baik. Tapi oleh KH Marzuki Mustamar ditaruh di tempat sampah sehingga jangan salahkan pemulung. NU harus ditaruh diatas khittah maka tidak akan ada yang berani mengusik NU sebab itu warasatul ambiya’ yang silsilahnya sampai ke Rasulullah,” tegas Cak Anam.
Kalau Munas dan Konbes maunya cuma agar dibuka Jokowi dan ditutup Pak JK (Jusuf Kalla) itu artinya percuma hanya formalitas dan arahnya sudah bisa ditebak.
Kalau Munas dan Konbes maunya cuma agar dibuka Jokowi dan ditutup Pak JK (Jusuf Kalla) itu artinya percuma hanya formalitas dan arahnya sudah bisa ditebak.
Menurut Cak Anam, Munas dan Konbes itu harus mengangkat rais aam yang baru. Rais aam sejak dulu itu jarang ngomong tapi sekali ngomong diikuti umat. Bukan seperti sekarang, saya sampai prihatin karena KH Ma’ruf Amin dimana-mana dibully orang karena banyak ngomong.
Secara pribadi boleh lah kalau KH Ma’ruf Amin memilih politik. Tapi yang sangat disayangkan, mengapa dia mau di bait mau melaksanakan qonun asasi padahal bait itu bagian dari mitsaqul ulama (perjanjian ulama) sehingga sekarang hilang semua.
Ironisnya, NU struktural sekarang semuanya pada ngomong harus memenangkan Jokowi karena Jokowi mau menggandeng ulama. Dan kalau tidak mendukung sama saja dengan murtad.
Secara pribadi boleh lah kalau KH Ma’ruf Amin memilih politik. Tapi yang sangat disayangkan, mengapa dia mau di bait mau melaksanakan qonun asasi padahal bait itu bagian dari mitsaqul ulama (perjanjian ulama) sehingga sekarang hilang semua.
Ironisnya, NU struktural sekarang semuanya pada ngomong harus memenangkan Jokowi karena Jokowi mau menggandeng ulama. Dan kalau tidak mendukung sama saja dengan murtad.
“Coba bayangkan ini kan ngeri. Padahal warga NU itu dari dulu diakui karena amalianya, NU bukan karena dukungannya,” jelasnya.
Pilihan politik warga NU sejak pemilu pertama tahun 1955 tidak bisa disatukan dan dipakai ukuran. Tahun 1955 NU hanya mendapat suara 18 persen lha yang lain kemana? itu karena profesi warga NU ada dimana-mana bukan hanya politisi sehingga sulit disatukan aspirasi politiknya.
Survei terbaru Indobarometer dan LSI menyatakan orang NU itu 30 persen dari penduduk Indonesia yang berjumlah 260 juta jiwa, atau setara dengan 90 juta. Saat Cak Anam memimpin PKB Jatim tahun 1999, telah berusaha mengumpulkan suara NU dan hasilnya cuma dapat 35 persen, itu karena ideologi.
“Tapi sekarang anggota DPRD itu bukan berdasarkan ideologi karena bisa melompat ke berbagai partai asal punya duit. Berbeda dengan jaman dulu yang harus dikonsultasikan langsung ke para kiai bahkan sampai di istikhoroi kiai,” tuturnya.
Ke dua, menyangkut masalah keagamaan. Sekarang warga nahdliyin mempersoalkan fatwa KH Ma’ruf Amin mengenai dibolehkannya memberikan selamat Hari Natal, itu menjadi persoalan.
Pilihan politik warga NU sejak pemilu pertama tahun 1955 tidak bisa disatukan dan dipakai ukuran. Tahun 1955 NU hanya mendapat suara 18 persen lha yang lain kemana? itu karena profesi warga NU ada dimana-mana bukan hanya politisi sehingga sulit disatukan aspirasi politiknya.
Survei terbaru Indobarometer dan LSI menyatakan orang NU itu 30 persen dari penduduk Indonesia yang berjumlah 260 juta jiwa, atau setara dengan 90 juta. Saat Cak Anam memimpin PKB Jatim tahun 1999, telah berusaha mengumpulkan suara NU dan hasilnya cuma dapat 35 persen, itu karena ideologi.
“Tapi sekarang anggota DPRD itu bukan berdasarkan ideologi karena bisa melompat ke berbagai partai asal punya duit. Berbeda dengan jaman dulu yang harus dikonsultasikan langsung ke para kiai bahkan sampai di istikhoroi kiai,” tuturnya.
Ke dua, menyangkut masalah keagamaan. Sekarang warga nahdliyin mempersoalkan fatwa KH Ma’ruf Amin mengenai dibolehkannya memberikan selamat Hari Natal, itu menjadi persoalan.
Kemudian, kalimat Kiai Ma’ruf yang mengatakan Shummum bukmun ‘umyun bagi warga bangsa yang tak mau mengakui prestasi Jokowi, ini maksudnya apa? harus dijelaskan juga di Munas.
“Begitu juga soal penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur yang diteken KH Ma’ruf Amin harus dijelaskan di Munas hukumnya seperti apa? Tapi persoalan ini justru tak dibahas di Munas. Padahal ini sedang dibicarakan umat Islam di Indonesia termasuk nahdliyin,” ungkap penulis sejarah NU ini.
Ke tiga, warga NU sekarang sudah terbelah, gara-gara Jokowi mencomot rais aam PBNU tanpa musyawarah. Padahal rais aam itu jantungnya NU diambil, sehingga lumpuh.
“Begitu juga soal penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur yang diteken KH Ma’ruf Amin harus dijelaskan di Munas hukumnya seperti apa? Tapi persoalan ini justru tak dibahas di Munas. Padahal ini sedang dibicarakan umat Islam di Indonesia termasuk nahdliyin,” ungkap penulis sejarah NU ini.
Ke tiga, warga NU sekarang sudah terbelah, gara-gara Jokowi mencomot rais aam PBNU tanpa musyawarah. Padahal rais aam itu jantungnya NU diambil, sehingga lumpuh.
“Yang menjadi persoalan, apakah boleh Presiden melakukan itu. Ini sebetulnya juga harus dijelaskan Presiden kepada umat NU, sebab jika tidak umat NU akan terbelah bahkan bertarung sesama warga NU karena pimpinan tertinggi NU dicomot. Ini harusnya dibahas Munas dan Konbes NU,” tegasnya.
Kenapa warga NU terpecah? Masih kata Cak Anam sesuai dengan AD, rais aam tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik apapun. Bahkan kalau masih menjabat disuruh melepaskan.
Kenapa warga NU terpecah? Masih kata Cak Anam sesuai dengan AD, rais aam tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik apapun. Bahkan kalau masih menjabat disuruh melepaskan.
“Tapi ini langsung dicopot untuk kebutuhan negara, apa kebutuhan negara itu dan harus dijelaskan di Munas karena ini sudah termasuk pelanggaran berat,” katanya.
Kondisi NU saat ini bisa dikatakan ashabul qoror atau pemangku kebijakan urusan negara atau pemerintah yang termasuk politik. Padahal NU bukan politik tapi ormas. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa NU itu jamiyatu adlin wa amaanin wa ikhsaanin wa ishlaahin (organisasi keagamaan yang berdasarkan atau berdiri di atas landasan keadilan, kebenaran, memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan seluruh umat di Indonesia).
“Jadi sejak lahirnya NU itu tidak ada NU itu politik praktis. Tapi sekarang jadi begitu sehingga akhirnya umat NU bertengkar satu sama lain. Ini yang harus dijelaskan Munas dan Konbes kalau tidak NU ke depan akan pecah belah,” beber Dewan Kurator Museum NU di Surabaya.
Ke empat, NU mengatakan sekarang ini bukan hanya pilpres dan pileg tapi sudah menyangkut pertempuran antara ideologi garis keras dengan garis lunak, antara Islam Nusantara dan anti Islam Nusantara.
“Pasal 30 UUD 1945, sistem keamanan negara itu intinya menjadi tanggungjawab TNI. Jadi kalau TNI menyatakan Indonesia masih aman, belum ada orang Islam yang membahyakan Pancasila, maka NU jangan membuat hal yang macam-macam. Sebab kalau tidak bisa membuktikan itu berarti hoaks dan NU bisa dituduh penyebar fitnah,” ungkapnya.
Umat Islam di Indonesia itu tidak ada yang radikal. Sebab jika radikal sudah pasti akan mendirikan negara Islam tapi para pendiri bangsa justru setuju nation state saat sidang BPUPKI maupun PPKI.
Kondisi NU saat ini bisa dikatakan ashabul qoror atau pemangku kebijakan urusan negara atau pemerintah yang termasuk politik. Padahal NU bukan politik tapi ormas. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa NU itu jamiyatu adlin wa amaanin wa ikhsaanin wa ishlaahin (organisasi keagamaan yang berdasarkan atau berdiri di atas landasan keadilan, kebenaran, memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan seluruh umat di Indonesia).
“Jadi sejak lahirnya NU itu tidak ada NU itu politik praktis. Tapi sekarang jadi begitu sehingga akhirnya umat NU bertengkar satu sama lain. Ini yang harus dijelaskan Munas dan Konbes kalau tidak NU ke depan akan pecah belah,” beber Dewan Kurator Museum NU di Surabaya.
Ke empat, NU mengatakan sekarang ini bukan hanya pilpres dan pileg tapi sudah menyangkut pertempuran antara ideologi garis keras dengan garis lunak, antara Islam Nusantara dan anti Islam Nusantara.
“Pasal 30 UUD 1945, sistem keamanan negara itu intinya menjadi tanggungjawab TNI. Jadi kalau TNI menyatakan Indonesia masih aman, belum ada orang Islam yang membahyakan Pancasila, maka NU jangan membuat hal yang macam-macam. Sebab kalau tidak bisa membuktikan itu berarti hoaks dan NU bisa dituduh penyebar fitnah,” ungkapnya.
Umat Islam di Indonesia itu tidak ada yang radikal. Sebab jika radikal sudah pasti akan mendirikan negara Islam tapi para pendiri bangsa justru setuju nation state saat sidang BPUPKI maupun PPKI.
“Ini pikiran yang ahistoris dan harus dilawan dalam Konbes. Kalau memang ada kelompok radikal (garis keras), tolong berikan kepada yang berwenang yakni TNI. Kenapa NU ikut-ikutan dan malah bikin orang saling curiga,” pinta Cak Anam mewanti-wanti.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak percaya sama sekali dengan HTI (Hizbut Thahrir Indonesia).
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak percaya sama sekali dengan HTI (Hizbut Thahrir Indonesia).
“Induknya saja ndak ada, itu hanya gelandangan kesana kemari sambil bawa khilafah. Itu bikinan orang,” kelakar Cak Anam.
Kalau mau tahu radikal sebenarnya, ya lihat sejarah Indonesia pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945. Siapa yang radikal padahal sudah mau disetujui BPUPKI tapi digugat oleh kelompok radikal dari timur dibawa oleh Kaigun (Tentara Angkatan Laut Jepang) yang mengancam akan keluar dari NKRI jika UUD 1945 disahkan.
“Itulah yang radikal, justru umat Islam bertahan mempertahankan konsensus nasional dan berkorban mau menghapus 7 anak kalimat dalam sila pertama Pancasila. Itu sejarah yang tak bisa dipungkiri,” jelas Cak Anam.
Kemudian, ideologi Pancasila apakah akan tetap langgeng, kata Cak Anam tidak juga menjadi jaminan. Alasannya, di era Bung Karno pemerintahan dikelilingi orang-orang yang berpaham komunis seperti Soebandrio, Aidit dan lain sebagainya sehingga terjadilah Nasakom.
Kalau mau tahu radikal sebenarnya, ya lihat sejarah Indonesia pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945. Siapa yang radikal padahal sudah mau disetujui BPUPKI tapi digugat oleh kelompok radikal dari timur dibawa oleh Kaigun (Tentara Angkatan Laut Jepang) yang mengancam akan keluar dari NKRI jika UUD 1945 disahkan.
“Itulah yang radikal, justru umat Islam bertahan mempertahankan konsensus nasional dan berkorban mau menghapus 7 anak kalimat dalam sila pertama Pancasila. Itu sejarah yang tak bisa dipungkiri,” jelas Cak Anam.
Kemudian, ideologi Pancasila apakah akan tetap langgeng, kata Cak Anam tidak juga menjadi jaminan. Alasannya, di era Bung Karno pemerintahan dikelilingi orang-orang yang berpaham komunis seperti Soebandrio, Aidit dan lain sebagainya sehingga terjadilah Nasakom.
“NU Nasakom itu bukan berarti menerima Nasakom tapi bagian dari strategi bagaimana menghadapi karena perang ideologi dengan PKI. Terbukti yang pertama kali minta PKI dibubarkan adalah NU,” jelasnya.
Ditambahkan, umat Islam di Indonesia tidak ada benih radikalisme. Yang ada sekarang itu hanya interpretasi atau penafsiran dari kelompok-kelompok supaya umat Islam saling berantem.
Krisis NU ini, lanjut Cak Anam akan berlangsung cukup lama karena itu nanti akan terjadi kristalisasi mana yang NU sesungguhnya dan NU yang berkepentingan untuk krier politiknya. Jadi biarkan saja seperti air mengalir
Cak Anam menyebut, kiai NU ditipu dan dicomot begitu saja. Padahal Pak Harto, sangat luar biasa menghormati NU. Bahkan, saat menjelang Munas NU, Pak Harto lebih dulu bertemu KH As’ad Syamsul Arifin, sampai tiga kali.
"Apa yang dibanggakan sekarang (NU), secara pribadi saya hormat dengan KH Ma’ruf Amin sebagai orang sepuh tapi kalau seperti ini saya kasihan dengan NU-nya,” pungkas Choirul Anam mengakhiri paparannya.min/dji
Ditambahkan, umat Islam di Indonesia tidak ada benih radikalisme. Yang ada sekarang itu hanya interpretasi atau penafsiran dari kelompok-kelompok supaya umat Islam saling berantem.
Krisis NU ini, lanjut Cak Anam akan berlangsung cukup lama karena itu nanti akan terjadi kristalisasi mana yang NU sesungguhnya dan NU yang berkepentingan untuk krier politiknya. Jadi biarkan saja seperti air mengalir
Cak Anam menyebut, kiai NU ditipu dan dicomot begitu saja. Padahal Pak Harto, sangat luar biasa menghormati NU. Bahkan, saat menjelang Munas NU, Pak Harto lebih dulu bertemu KH As’ad Syamsul Arifin, sampai tiga kali.
"Apa yang dibanggakan sekarang (NU), secara pribadi saya hormat dengan KH Ma’ruf Amin sebagai orang sepuh tapi kalau seperti ini saya kasihan dengan NU-nya,” pungkas Choirul Anam mengakhiri paparannya.min/dji