SurabayaPos.com - Lia Istifhama menyebut keberhasilan perjuangan Arek-arek Suroboyo saat mengusir penjajah dan pada puncaknya pecah pertempuran 10 November 1945, merupakan wujud penjabaran kekompakan dan persatuan.
"Bicara suksesnya pertempuran yang dilakukan Arek-arek Suroboyo melawan penjajah, merupakan wujud kekompakan dan persatuan sebagai makhluk sosial. Mereka bahu membahu sehingga berhasil mengusir penjajah yang memiliki senjata sangat canggih," kata perempuan asli Suroboyo yang akrab dengan sapaan Ning Lia, saat menjadi pembicara di "Silaturahmi Kebangsaan berisi Doa, Sarasehan, Dialog dan Kopdar" yang digelar Forum Silaturahmi Spiritual Nusantara (FSSN) di Cafe Food Joyoboyo Terminal, di Surabaya, Senin (11/11/2019), malam.
Ning Lia menjabarkan, hubungan sosial antar sesama manusia, saat itu dibuktikan dengan kekompakan, kebersamaan dan saling membantu. Mereka dari berbagai daerah, dari berbagai macam suku, agama dan kepercayaan. Angkat senjata melawan dan mengusir penjajah untuk tujuan yang sama, yakni mewujudkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
"Pekik Allahu Akbar dan Merdeka yang berkumandang saat itu merupakan perwujudan hubungan manusia dengan Tuhannya, yang ternyata memiliki kekuatan yang maha dahsyat," tambahnya.
Lanjut ibu dua putera itu, kalimat tersebut merupakan hubungan yang bersifat pribadi yang tidak bisa dipisahkan antara manusia dengan penciptanya, Allah SWT.
"Itu yang kemudian mempengaruhi keberhasilan di pertempuran 10 November 1945," terangnya, sambil menyetir sebuah ayat bahwa hubungan manusia dengan Tuhannya tak bisa dipisahkan dari setiap individu sebagai manusia, apapun agama dan kepercayaan yang dianut.
Di acara yang mengangkat tema "Merajut Persaudaraan Menebar Kedamaian" itu, selain Ning Lia yang menjadi narasumber, juga tampil sebagai pembicara Eko Purbo spiritualis senior dari Mojokerto.
Di sesi tanya jawab, Ning Lia juga menjabarkan, bahwa setiap individu adalah pemimpin. Yang menjadi pembeda adalah ruang lingkupnya, minimal sebagai pemimpin rumah tangga, tingkat kampung atau RT dan di tingkat lebih tinggi lainnya.
"Menurut saya kekuasaan adalah sarana, prinsipnya semua manusia adalah pemimpin. Yang berbeda adalah skupnya, ada pemimpin rumah tangga, pemimpin tingkat RT atau lainnya, jadi power itu adalah sarana," terang Ning Lia.
Dia pun berjanji, jika kelak mendapat amanah sebagai pemimpin, akan selalu menjaga hubungan harmonis antara penganut agama dan kepercayaan. Serta, akan menjadwalkan adanya pertemuan rutin untuk bersilahturahim.
Kemudian, di acara yang dihadiri para pelaku spiritualis dari berbagai daerah di Jatim serta luar Pulau Jawa itu, Eko Purbo menyebut bahwa sebenarnya jati diri bangsa saat ini sudah hilang.
Purbo menyebut, kini Presiden RI Joko Widodo telah melakukan yang terbaik, kembali ke pondasinya sebagai orang Jawa, sebagai orang Indonesia. Termasuk yang dilakukan oleh dirinya.
"Misalnya, yang saya lakukan ini, sebagai orang Jawa, ya harus berperilaku sebagai orang Jawa. Saya setiap hari ya seperti ini, perilaku saya tidak lepas dari blangkon. Harus bangga hadir sebagai orang Jawa, karena saya lahir di Jawa, lahir dari orang tua Jawa. Dan harus kembali ke citra, jatidiri orang Jawa, citra baik itu dilakukan Jokowi," urai Purbo.
Purbo juga mengingatkan, budaya spiritual harus terus dipelihara dan dijaga dengan baik, sebagai jatidiri bangsa Indonesia.
"Jangan malu, kembali ke jatidiri sebagai orang Jawa. Meski di luar negeri, kita harus tetap menunjukkan identitas kita sebagai orang Jawa, dan itu yang saya lakukan," tegasnya.
Di kesempatan itu, saat dimintai pendapatnya terkait sosok Ning Lia yang digadang menjadi calon pemimpin di Surabaya, dengan lugas Eko Purbo mengatakan Ning Lia punya potensi dan kharisma bawaan yang luar biasa.
"Insyaallah, sosok Ning Lia punya potensi itu (kharisma sebagai pemimpin-red), beliau bisa naik," ucap Purbo.(tji)