Notification

×

Iklan

Presiden RI 2024 ? Mana Pilihanmu

Iklan

Presiden RI 2024 ? Mana Pilihanmu

Yousri: Aneh, Pembunuh Wartawan Dapat Remisi

26/01/2019 | 13.58 WIB | Dibaca: 0 kali Last Updated 2021-12-06T20:09:58Z
    Bagikan

Hukum Indonesia Perlu di Evaluasi, Pembunuh Wartawan Dapat Remisi “Aneh” Hukuman Seumur Hidup Menjadi 30 Tahun.

Sorotan: 
(Yousri Nur Raja Agam  MH)
DUNIA hukum di tanah air kita Indonesia boleh dikatakan “tertawa terkekeh-kekeh”, minggu ini. Sebab ada yang lucu. Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 tahun 2018  dinilai “aneh”. Betapa tidak, sebab inilah untuk pertamakalinya sepanjang sejarah, keluar sebuah keputusan hukum yang diberi nama “remisi perubahan”.

Seandainya Keppres ini tidak diramaikan oleh wartawan dan mediamassa, kelucuan Keppres ini tidak akan terungkap. Kebetulan, yang dipermasalahkan para jurnalis itu, karena ada kaitannya dengan insan pers.

Masyarakat pers terkejut saat membaca Keppres 29/2018 itu, ada seorang narapidana (napi) bernama I Nyoman Susrama masuk dalam 115 nama yang hukumannya diturunkan dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. I Nyoman Susrama adalah napi otak pembunuh wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa tahun 2009.

I Nyoman Susrama menjadi berita di Koran Radar Bali, terkait kasus dugaan penyimpangan proyek di Dinas Pendidikan. Susrama yang diberitakan Radar Bali itu, ternyata sangat yakin penulis berita itu adalah Bagus Narendra Prabangsa. Sehingga ia dihabisi, dibunuh dan dibuang ke laut.

Mayat Prabangsa ditemukan mengambang di Pantai Bias Tugel, Karangasem, sekitar pukul 09.40 WITA, Senin 16 Februari 2009. Penemu jenazah korban adalah kapten kapal motor Perdana Nusantara. Saat ditemukan, korban mengenakan celana panjang cokelat tanpa baju. Dalam celana korban ditemukan dompet berisi identitas, yaitu SIM A, C, dan KTP. Kondisi korban mengenaskan.

Polisi yang melakukan pelacakan, akhirnya menyeret otak pembunuhnya, Susrama. Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Susrama yang dituntut hukuman mati karena terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana seperti tertuang dalam Pasal 340 KUHP, hanya divonis hukuman penjara seumur hidup.

Vonis majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Djumain di PN Denpasar, 15 Februari 2010. Putusan pidana No.1002/Pid.B/2009/PN.DPS itu dikuatkan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 dan diperkuat lagi dengan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1665 K/PID/2010 tanggal 24 September 2010. Susrama yang sudah mendekam sebagai tahanan di Rutan Bangli sejak ditangkap 26 Mei 2009, akhirnya menjalani hukuman seumur hidup sebagai narapidana.

Setelah 10 tahun menjalani hukuman seumur hidup, ternyata nama Susrama masuk dalam daftar nama yang mendapat perubahan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun. Pembunuh wartawan Prabangsa ini terdapat pada  nomor urut 94 dari 115 terpidana yang mendapatkan keputusan Pidana Penjara Sementara. Keputusan itu ditetapkan di Jakarta, pada 7 Desember 2018 yang ditandatangani Presiden Jokowi.

Pada Keppres 29/2018 itu dinyatakan bahwa terpidana yang namanya tercantum adalah terpidana yang dikenakan pidana seumur hidup dan telah menjalani pidana sekurang-kurangnya lima tahun berturut-turut, serta berkelakuan baik.  Termasuk di sini, I Nyoman Susrama yang telah menjalani hukuman selama 10 tahun.

Kalangan pers dan dunia kewartawanan tersentak. Kemerdekaan pers yang selama ini ditegakkan, ternyata dinodai oleh pengurangan hukuman terhadap “pembunuh wartawan” dari *seumur hidup menjadi 20 tahun*. Melalui berbagai aksi melakukan protes di Bali. Aksi solidaritas diikuti para wartawan di berbagai daerah dan berbagai organisasi kewartawanan. Bahkan sampai ke Istana Negara di Jakarta.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang diminta tanggapannya, awalnya mengelak. Dalam pemberitaan, ada yang menulis, pengurangan hukuman dan perubahan  dari hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun itu, sebagai "grasi" dari Presiden Joko Widodo.  Namun, Yasonna membantah. Pemerintah tidak memberikan "grasi" kepada I Nyoman Susrama, melainkan memberikan “remisi perubahan”.

Terasa aneh, ada istilah “remisi perubahan”.  Dalam Keppres RI No.29/2018 itu disebut: Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara. Nama Susrama tercantum di dalamnya. Karena Susrama telah menjalani hukuman penjara selama 10 tahun dan umurnya sudah menginjak angka 60 tahun, maka  Pemerintah memberikan "remisi perubahan", jelas Yasonna Laoly.

Penjelasan Yasonna Laoly, tambah aneh dan membingungkan. Menteri asal Pulau Nias Sumatera Utara ini menyebutkan, proses “remisi perubahan” itu. Para napi yang menjalani hukuman seumur hidup diubah menjadi 20 tahun. Berarti kalau dia sudah 10 tahun (seperti Susrama), tambah 20 tahun, sama dengan 30 tahun. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun, katanya kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019). Dapat ditafsirkan, Susrama kalau berumur panjang, bebas pada usia 90 tahun.

Para pengamat hukum ternyata juga heran, ada istilah “baru” yang “remisi perubahan” yang mirip dengan “grasi”.  Penjelasan Yasonna Laoly itu, tambah aneh, karena Susrama sudah menjalani hukuman 10 tahun dan diubah menjadi 20 tahun, maka nantinya hukuman yang dijalani 30 tahun. Lho, padahal hukuman maksimal di bawah seumur hidup dalam KUHP kita hanya 20 tahun, kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Abd.Wachid Habibullah.

 Ini adalah “penyimpangan” hukum. Apa yang tercantum dalam Keppres itu sebenarnya “grasi”, yaitu pengurangan hukuman yang mengubah bunyi vonis hakim yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Kalau grasi yang diberikan Presiden kepada terpidana itu, terlebih dahulu harus mendapat pertimbangan dari MA (Mahkamah Agung).

Penyimpangan hukum dalam Keppres No.29/2018 itu, ujar Wachid, karena tanpa meminta pertimbangangan dari MA. Presiden mengeluarkan Keppres yang oleh Menkumham disebut “remisi perubahan” , bukan “grasi”. Memang aneh. Maka layak insan pers protes dan minta Keppres itu dicabut.


Penulis:
(Yousri Nur Raja Agam MH) Dewan Pakar PWI Jatim.