Notification

×

Iklan

Presiden RI 2024 ? Mana Pilihanmu

Iklan

Presiden RI 2024 ? Mana Pilihanmu

Maruarar Sirait: Kondisi di Jawa Barat Sudah Berbalik

03/03/2019 | 11.24 WIB | Dibaca: 0 kali Last Updated 2019-04-01T11:42:10Z
    Bagikan

Surabayapos.com -Influencer Tim Kampanya Nasional Jokowi-KH Maruf Amin, Maruarar Sirait, mengklaim perubahan data kemenangan di Jawa Barat telah berbalik. Dari yang sebelumnya dikuasai Prabowo, kini berada di Jokowi.

Hal tersebut diungkapkan Maruarar seusai menghadiri rapat konsolidasi Tim Kampanye Daerah (TKD) Jawa Barat, di Hotel Asrilia, Bandung, Jumat (1/3/2019) malam. Menurutnya, data yang disampaikan dari daerah menunjukan kerja nyata dalam mengkampanyekan Jokowi sebagai petahana.

“Dari data kami, yang pasti pada tahun 2014 Pak Jokowi itu dapat sekitar 40 persen, melawan 60 persen. Jadi, kira-kira bedanya itu 4,3 juta. Jadi, itu angka yang signifikan di kekalahan 2014. Jadi, peta itu sudah berubah di Jawa Barat. Kami sudah unggul dari berbagai data yang kami terima,” ujar Maruarar, seperti dikutip laman Viva.

Dia menyampaikan kampanye kinerja Jokowi sebagai petahana telah diterima masyarakat. Maruarar juga memastikan persaingan semakin sengit menjelang pemilihan, karena Jokowi unggul selisih tipis dengan Prabowo di Jawa Barat.

“Objektifitas kami sudah unggul tipis. Artinya tren itu harus kami pertahankan. Bayangkan, dari kalah 4,3 juta, tentu sesuatu yang tidak mudah, dibantu dengan objektifitas dan rasionalitas melihat pribadi dan karakter Jokowi-Ma'ruf Amin yang santun, tetapi sudah terbukti kerjanya,” ujarnya.

Kata Maruarar, Jawa Barat merupakan lahan yang sangat sulit untuk dikuasai. Namun, dia mengapresiasi kinerja TKD, yang meski saat ini masih berada dalam proses Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), tetapi mereka masih bisa mengampanyekan Jokowi.

“Kombinasi itu bisa meninggalkan egonya masing-masing. Kan tidak mudah dalam kondisi Pileg, dan Pilpres tidak mudah. Tren kami sudah unggul dan kami ingin tetap bertahan dalam posisi di atas,” katanya.

Di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jokowi menyebut elektabilitasnya bersama Kiai Ma'ruf di Jawa Barat sempat turun karena penyebaran hoaks dan fitnah.

“Di Provinsi Jawa Barat, saat itu, 1,5 bulan yang lalu, kami sudah menang empat persen. Dulu kan (Pilpres 2014) kami kalah telak tuh, ini sudah menang empat persen. Enggak ada hujan, enggak ada angin, tahu-tahu anjlok delapan persen,” kata Jokowi saat bertemu dengan pengurus dan anggota TKD Sulawesi Tenggara, di Kendari, Sabtu (2/3/2019), seperti dilansir laman Kompas.

Jokowi mengatakan, timnya di Jawa Barat langsung menyelidiki apa yang menjadi penyebab penurunan elektabilitasnya. Tim menemukan adanya upaya penyebaran hoaks dan fitnah kepada Jokowi-Kiai Ma'ruf.

“Kami cek. Ke bawah, ke bawah, ke bawah. Cek lagi ke rumah, ke rumah, ke rumah. Apa yang muncul? Ternyata fitnah hoaks sudah masuk,” kata Jokowi, yang disambut sorak riuh para pendukungnya.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menyatakan meluasnya kampanye hitam atau fitnah yang ditujukan kepada Jokowi menjadi tanda ketidakmampuan lawan politik Jokowi dalam membendung meningkatnya elektabilitas dia.

“Itu pertanda suara 01 ini sulit dibendung. Menurut saya, tidak ada yang baru (dari fitnah ke Jokowi). Yang baru itu cuma praktiknya, dari pintu ke pintu. Ya, memang targetnya menyasar kalangan masyarakat yang tidak menggunakan media social. Jadi, wilayahnya diperluas,” katanya, seperti dikutip Tribunnews, Jumat (1/3/2019).

Dijelaskan Ray, pola penyebaran fitnah dan hoaks yang disampaikan dari pintu ke pintu cukup efektif, karena saat dilakukan tidak ada pihak lain yang bisa menyanggahnya, sebagaimana yang terjadi di media sosial.

“Jadi, mereka menganggap itu lebih efektif, karena berbeda jika dilakukan di media sosial. Kalau di media sosial bisa bermunculan dari dua kubu yang berbeda, bisa saling bantah dan saling serang. Namun, jika dari pintu ke pintu, itukan hanya sepihak saja,” tutur Ray.

Ray mendesak agar ada upaya hukum terhadap praktik-praktik fitnah, hoaks, ujaran kebencian, dan isu SARA, baik di media sosial maupun dengan cara mendatangi rumah-rumah. Jika dibiarkan, kata Raik, praktik itu bisa semakin meluas dan bisa memengaruhi pilihan masyarakat.

“Ya, harus ada upaya hukum dan ini harus diungkap secara utuh, siapa di belakangnya, agar tidak terulang kembali menjelang 17 April nanti,” kata Ray. (*)