SurabayaPos.com - Masbuhin, Advokat dan Konsultan Hukum yang juga bertindak untuk dan atas nama kliennya, Henry Jocosity Gunawan dan istrinya Iuneke Anggraini membeber perjalanan dan kronologis sehingga kliennya ditahan di Rutan Kelas I Surabaya.
Didampingi empat rekannya dari Masbuhin And Partners, pengacara Masbuhin membeber jerat hukum yang dialami kliennya tersebut, sarat rekayasa yang terskenario.
"Saya akan membeberkan semua kronologis sehubungan dengan kasus yang saat ini menjadikan klien kami, sehingga mereka berdua ditahan di Tahanan Rutan Kelas I Surabaya, dan akan diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya," kata Masbuhin, di depan wartawan di sebuah rumah makan di Surabaya, Senin (29/9/2019).
Lelaki itu kemudian membeberkan, awalnya kliennya ditahan untuk sebuah kasus yang tidak masuk akal dan penuh kesesatan penerapan hukumnya.
"Karena Henry Gunawan menyebut dirinya sebagai suaminya Iuneke dan sebaliknya, Iuneke menyebut kalau dirinya isteri Henry. Itu sesuai akta notaris soal Akta Pengakuan Hutang. Sehingga mereka ditahan sejak 19 September 2019 lalu. Dengan persangkaan melanggar Pasal 266 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Padahal mereka adalah benar-benar sebagai pasangan suami istri yang sah sejak tahun 1998, dan telah dikaruniai tiga anak," urai Masbuhin.
Masbuhin menyebut, yang lebih tidak masuk akal ternyata yang disangkakan dalam kasus itu, bukan pada persoalan isi kebenaran Akta Notaris atau Akta Pengakuan Hutang, tetapi hanya frase kata suami istri Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini.
"Ini jelas tidak memiliki legal standing yang menyebabkan pelapor rugi dengan perkawinan yang terjadi antara Henry J Gunawan dan istrinya, sebagaimana dimaksudkan di Pasal 266 ayat (1) KUHP tersebut. Jadi antara pasal dengan perbuatan yang disangkakan atau didakwakan seperti Joko Sembung alias tidak nyambung," urainya.
Dijelaskan, kliennya menikah secara sah menurut adat, agama dan kepercayaan mereka. Itu dilaksanakan 10 Mei 1998, dan Akta Notaris Pengakuan Hutang, yang ada frase kata 'suami istri' dibuat pada bulan Juli 2010. Sementara Akta Perkawinan Pencatatan Sipil mereka berdua baru terbit bulan November 2011 lalu.
Selanjutnya, pada 30 Oktober 2018 kliennya dilaporkan oleh seorang bernama Drs Iriyanto ke Polrestabes Surabaya. Diduga "melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu kedalam akta otentik, dalam bentuk penyebutan dirinya sebagai suami Iuneke Anggraini dan penyebutan Iuneke sebagai istri Henry J Gunawan" hanya karena yang bersangkutan belum mencatatkan perkawinannya dihadapan kantor secara adat, agama dan kepercayaan masing-masing.
"Namun, keterangannya mengantarkan pasangan suami istri itu mendekam di penjara, karena diduga melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, ini aneh," urainya.
Laporan Pidana oleh Drs Iriyanto itu tertuang di Tanda Bukti Laporan Polisi Nomor: LP/B/1111/X/2018/JATIM/RESTABES SBY. Saat pelimpahan berkas perkara (Tahap II), Henry Gunawan dan istrinya di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya pada Kamis, 19 September 2019, Henry dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya.
"Padahal pada saat penyidikan di Polrestabes Surabaya, baik Henry Gunawan dan istrinya tidak ditahan, dan mereka berdua sangat kooperatif," terangnya.
Hal lain yang membuat Masbuhin heran, setelah pihaknya menyampaikan laporan dan permohonan perlindungan hukum atas kasus Henry Gunawan dan istrinya kepada Jampidum Kejagung RI di Jakarta, dan atas laporan tersebut Jampidum Kejagung RI telah memerintahkan untuk dilakukan ekspose perkara Henry dan istrinya di kantor Kejagung RI, Selasa 24 September 2019. Namun, tiba-tiba dengan secepat kilat sebelum ekspose perkara di Kejagung dilakukan, Berkas perkara Henry J Gunawan dan istrinya dilimpahkan oleh Kejari Surabaya ke PN Surabaya.
Hal lain yang membuat Masbuhin heran, setelah pihaknya menyampaikan laporan dan permohonan perlindungan hukum atas kasus Henry Gunawan dan istrinya kepada Jampidum Kejagung RI di Jakarta, dan atas laporan tersebut Jampidum Kejagung RI telah memerintahkan untuk dilakukan ekspose perkara Henry dan istrinya di kantor Kejagung RI, Selasa 24 September 2019. Namun, tiba-tiba dengan secepat kilat sebelum ekspose perkara di Kejagung dilakukan, Berkas perkara Henry J Gunawan dan istrinya dilimpahkan oleh Kejari Surabaya ke PN Surabaya.
"Anehnya, di Pengadilan Negeri Surabaya sebelum pelimpahan berkas perkara Henry J Gunawan dan istrinya terjadi, terdapat oknum hakim Pengadilan Negeri Surabaya berinisial AR, yang pada tahun 2018 lalu menjadi Ketua Majelis Hakim yang mengadili Henry J Gunawan dalam kasus Pasar Turi, dan mengalami protes dan demo, diduga melakukan inden (booking) dan permintaan agar perkara Henry J Gunawan dan istrinya, yang bersangkutan Hakim AR, meminta sebagai anggota majelis yang akan memeriksa dan mengadili Henry dan istrinya," urainya.
Masbuhin menuding, perilaku oknum Hakim AR menyalahi tugas, fungsi dan athics of conduct sebagai hakim. Dan diduga proses peradilan kasus Henry J Gunawan dan istrinya ini, pasti hanya akan menjadi bahan lelucon dan bulan-bulanan di PN Surabaya.
"Kita menduga telah terjadi konspirasi, massif, sistematis dan terstruktur mulai dari hulu sampai hilir untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap Hendri J Gunawan, istrinya dan anak-anak yang masih kecil," tegas Masbuhin.
Terkait itu, Masbuhin pada 26 September 2019, mengaku telah melayangkan nota protes kepada Ketua PN Surabaya untuk mengganti formasi Majelis Hakim dengan tidak melibatkan oknum Hakim AR dalam pemeriksaan kasus Henry J Gunawan dan istrinya.
"Dugaan konspirasi massif, terstruktur dan sistematis dalam kasus Henry J Gunawan dan istrinya ini, akan kami laporkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta, Ketua Yudisial RI di Jakarta dan ke Bapak Dr H Herri Swantoro, Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur, yang baru saja dilantik," tegas Masbuhin.(tji)