SurabayaPos.com - Tradisi Larung Sesaji di Waduk Bening Widas Saradan, Madiun kembali digelar. Kali ini, acara yang dilaksanakan di penghujung bulan Muharram atau tepatnya 29 Suro, Minggu (29/9/2019).
Hadir di acara itu Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan bersama Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Chrystriyati Arini dan Bupati Madiun Ahmad Dawami.
Tumpeng Bogomulyo diarak oleh warga masyarakat di sekitar Waduk Bening dari Gardu Pandang menuju tepi waduk. Arak-arakan juga dimeriahkan oleh ratusan pendekar silat dari pelbagai perguruan di Madiun. Acara juga dimeriahkan dengan suguhan Reog dan Tari Dongkrek.
Suasana pun tampak ramai dengan hadirnya ribuan pengunjung. Diawali dengan sajian tarian tradisi dan penampilan atraksi pencak silat. Dilanjutkan dengan pembacaan doa serta prosesi pelarungan tumpeng.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini yang larung adalah tumpeng ikan raksasa seberat 200 kilogram. Namun itu bukanlah ikan sesungguhnya, melainkan pelet atau pakan ikan yang dibentuk menyerupai ikan.
Tumpeng ikan itu ditandu oleh sepuluh orang menuju tepi waduk dan kemudian dilarung ke tengah menggunakan rakit batang pisang.
"Tidak ada (tumpeng makanan), hanya pakan ikan. Semua tahu jenisnya disini ikan mujair nila. Moga-moga ikannya sehat, masyarakat senang, waduk bersih, Madiun jaya, Indonesia kuat. Beratnya (tumpeng ikan) 200 kg," jelas Raymond.
Usai pelarungan, dilanjutkan prosesi penanaman pohon di bantaran waduk. Sementara di depan panggung hiburan, dua tumpeng raksasa berisikan ikan nila mujair setinggi 1,5 meter dan bawang merah langsung diserbu dan menjadi rebutan oleh masyarakat.
Sedangkan 10 tumpeng nasi putih dan kuning yang disiapkan menjadi juga menjadi santapan warga yang hadir di lokasi. Bupati Madiun juga memimpin doa agar tumpeng dan larung sesaji itu membawa keberkahan bagi masyarakat Madiun.
"Alam jangan hanya diambil manfaatnya saja. Tumpeng Bogomulyo ini adalah sebagai bentuk rasa syukur mau menjaga alam, waduk, sumber mata air, dan pohon yang disebut dengan ekosistem," jelas Bupati yang akrab disapa Kaji Mbing tersebut.
Direktur Kebudayaan, Chrystriyati Arini menambahkan, acara Larung Sesaji merupakan bentuk upaya melestarikan budaya hubungan manusia dengan manusia bertemu.
"Larung Sesaji ini kegiatan langka. Menghidupkan kembali ekosistem kebudayaan dan semoga tumbuh juga di daerah lain, kemudian kita bisa bangga dengan budaya kita sendiri," tuturnya.(tji)